November 12, 2025
image (75)

bharindo.co.id Jakarta,- Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri mengungkap fakta baru terkait kasus ledakan yang terjadi di SMAN 72 Jakarta Utara. Berdasarkan hasil penyelidikan, pelaku yang masih berstatus anak berkonflik dengan hukum terinspirasi oleh sejumlah tokoh pelaku kekerasan ekstrem berskala global.

Hal itu disampaikan oleh Juru Bicara Densus 88 Antiteror Polri, AKBP Mayndra Eka Wardhana, dalam keterangannya pada Selasa (11/11/2025). Menurutnya, tim penyidik menemukan enam nama tokoh teror dunia yang ditulis pada senjata mainan milik pelaku yang ditemukan di lokasi kejadian.

“Dari hasil penyelidikan, kami menemukan sejumlah figur yang menjadi inspirasi pelaku. Ada sekitar enam nama yang tercatat, dan mereka dikenal sebagai pelaku aksi kekerasan ekstrem di berbagai negara,” ungkap AKBP Mayndra.

Meski demikian, AKBP Mayndra menegaskan bahwa insiden di SMAN 72 tidak dikategorikan sebagai aksi terorisme, melainkan perbuatan yang dilatarbelakangi ketertarikan pelaku terhadap figur-figur pelaku kekerasan tersebut.

“Nah, di sini ada suatu hal yang memprihatinkan. Pelaku tampaknya terinspirasi oleh sosok-sosok yang dikenal karena aksi brutalnya. Namun perlu kami tegaskan, kasus ini tidak termasuk dalam kategori terorisme,” ujarnya.

Berikut enam nama tokoh yang disebut menjadi inspirasi pelaku:

  1. Eric Harris dan Dylan Klebold — pelaku penembakan massal di Columbine High School, AS (1999), penganut ideologi neo-Nazi.

  2. Dylann Storm Roof — pelaku penyerangan gereja di Charleston, AS (2015), penganut supremasi kulit putih.

  3. Alexandre Bissonnette — pelaku penembakan masjid di Quebec, Kanada (2017), dikenal karena pandangan Islamofobia ekstrem.

  4. Vladislav Roslyakov — pelaku penembakan massal di Politeknik Kerch, Crimea (2018).

  5. Brenton Tarrant — pelaku serangan masjid di Christchurch, Selandia Baru (2019).

  6. Natalie Lynn “Samantha” Rupnow — pelaku penembakan sekolah di Madison, AS (2024).

Densus 88 menilai, kasus ini menjadi peringatan serius akan pentingnya pengawasan terhadap konten kekerasan di dunia maya yang dapat memengaruhi pola pikir anak-anak.

“Fakta ini menunjukkan perlunya kewaspadaan bersama. Pengaruh media sosial dan akses terhadap konten ekstrem dapat membentuk persepsi yang keliru di kalangan remaja,” tegas AKBP Mayndra.

Saat ini, penyidik masih mendalami motif serta latar belakang psikologis pelaku. Polri juga menggandeng psikolog forensik dan ahli digital untuk memastikan pola pengaruh yang membentuk perilaku pelaku hingga terjadinya ledakan tersebut. (***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *