bharindo.co.id Sigi,– Dalam upaya memperkuat ketahanan ideologis masyarakat serta mencegah penyebaran paham radikalisme, Divisi Humas Polri melalui Tim Subsatgas Banops Humas Polri menggelar kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Program Kontra Radikal di Aula Sarja Arya Racana, Polres Sigi, Sulawesi Tengah, Senin (13/10).
Kegiatan ini merupakan bagian dari program prioritas Kapolri dalam menghadirkan keamanan dan ketentraman masyarakat melalui pendekatan lunak dan kolaboratif dalam menangkal radikalisme.
FGD dibuka secara resmi oleh Wakapolda Sulawesi Tengah, Brigjen Pol Dr. Helmi Kwarta Kusuma Putra Rauf, didampingi Kabag Penum Divhumas Polri, Kombes Pol Erdi A. Chaniago. Turut hadir pula Kabidhumas Polda Sulteng Kombes Pol Djoko Wienartono dan Kapolres Sigi AKBP Kari Amsah Ritonga.
Dengan mengangkat tema “Terorisme Musuh Kita Bersama”, acara ini menghadirkan narasumber utama Ustadz Imron, mantan narapidana terorisme yang kini aktif sebagai Ketua Yayasan Lingkar Perdana Poso, sekaligus figur inspiratif dalam program deradikalisasi di Sulawesi Tengah.
Dalam sambutannya, Brigjen Pol Helmi menegaskan bahwa meski aktivitas kelompok teroris di wilayah Gunung Biru, Poso, telah berakhir, potensi penyebaran paham radikal masih perlu diwaspadai.
“InsyaAllah, Sulawesi Tengah menjadi tanggung jawab kita bersama dalam menangkal paham radikalisme. Siapa lagi yang akan menjaga kampung ini kalau bukan kita sendiri,” ujarnya di hadapan tokoh agama, masyarakat, dan pemuda yang turut hadir.
Ia juga menekankan perlunya menghapus stigma yang mengaitkan radikalisme dengan agama tertentu.
“Kita harus hilangkan pandangan bahwa terorisme itu identik dengan Islam. Terorisme adalah tindakan individu yang menebar ketakutan, bukan ajaran agama mana pun,” tegasnya.
Kabag Penum Divhumas Polri, Kombes Pol Erdi A. Chaniago, dalam pemaparannya menjelaskan bahwa program Kontra Radikal merupakan strategi Polri dalam membangun ketahanan ideologi masyarakat terhadap berbagai infiltrasi paham ekstrem yang bersembunyi di balik isu sosial, budaya, dan politik.
“Upaya kontra radikal ini harus melibatkan semua pihak, mulai dari Forkopimda, tokoh agama, adat, masyarakat, hingga generasi muda,” ujarnya.
Ia mengajak peserta untuk menyerap materi FGD secara utuh dan menyebarkannya kembali kepada lingkungan masing-masing agar pemahaman kebangsaan dapat terus meluas.
Momen haru dan inspiratif datang dari Ustadz Imron, eks narapidana kasus terorisme yang kini menjadi tokoh penting dalam deradikalisasi di Sulawesi Tengah. Dalam sesi bertema “Habis Gelap Terbitlah Terang, Cahaya Kebangsaan”, ia membagikan kisah hidupnya—dari keterjerumusan dalam jaringan teror, hingga tekad untuk kembali ke jalan kebangsaan.
“Alhamdulillah, saya ucapkan terima kasih kepada Divisi Humas Polri yang telah memberi kesempatan bagi kami untuk menyampaikan pengalaman ini. Semoga menjadi pelajaran berharga agar ke depan Indonesia terbebas dari paham radikal dan aksi terorisme,” ujarnya menutup sesi.

Kegiatan ini menjadi simbol kuat sinergi antara aparat keamanan dan masyarakat dalam menciptakan suasana damai, inklusif, serta bebas dari pengaruh ideologi ekstrem di tanah Sulawesi Tengah yang kini telah aman dan kondusif. (***)
