Desember 3, 2024
IMG-20231103-WA0045

Bharindo Garut  – Bupati Garut, Rudy Gunawan, dengan tegas menyatakan bahwa Club Malam Rama Shinta harus ditutup dan pemiliknya harus dihadapkan pada proses hukum karena melanggar dua Perda secara bersamaan.

Menurut Rudy Gunawan, Garut memiliki Perda No. 13 yang melarang konsumsi minuman beralkohol di atas 0 persen. Ini berarti Satpol PP memiliki wewenang untuk menyita minuman dengan kadar alkohol yang melebihi 0 persen, termasuk bir dan minuman beralkohol lainnya. Peraturan kedua yang dilanggar adalah aturan mengenai pendirian usaha, yang menurutnya tidak cukup hanya dengan memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB).

Rudy Gunawan menjelaskan bahwa NIB (Nomor Induk Berusaha) dikeluarkan untuk kegiatan usaha, bukan untuk operasional. Ia juga menegaskan bahwa pemilik NIB dapat menjalankan usaha di tempat lain, kecuali Garut dan Aceh. Di Garut, klub malam dianggap melanggar peraturan.

Bupati Garut mengungkapkan bahwa saat ini bisnis karaoke masih diperbolehkan di wilayah hukum Kabupaten Garut, tetapi keberadaan klub malam dianggap terlalu kontroversial.

Rudy Gunawan mengklaim bahwa Pemerintah Kabupaten Garut telah memberikan dua peringatan kepada Club Rama Shinta, dan pemilik usaha tersebut telah dilaporkan ke penyidik karena melanggar dua Perda tersebut.

Perda yang dilanggar mencakup Perda No. 13 tentang Anti Maksiat yang mengatur tentang minuman keras dan aturan mengenai K3 yang mengatur jam malam di Garut.

Pada kesempatan yang sama, Bupati Rudy Gunawan juga menyebut nama yang diduga sebagai Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Garut. Menurutnya, Kasatpol PP menegaskan bahwa ada dua pasal yang dilanggar dalam kasus ini.

Pasal terakhir adalah bahwa NIB yang dimiliki oleh Rama Shinta Café & Resto belum memiliki sertifikat standar yang terverifikasi.

Sementara itu, dalam tanggapannya, owner Rama Shinta, Paramaarta Ziliwu, menjelaskan bahwa konflik ini bermula dari keinginan Paguyuban IBC untuk menguasai dan mengelola seluruh aset di Kompleks Pertokoan yang sebelumnya merupakan hak pengembang.

Dalam upaya klarifikasi, Rama Shinta mengganti jenis usaha menjadi Cafe dan Resto dengan menawarkan live musik dan acara dengan artis lokal dan nasional.

Rama Shinta menegaskan bahwa IMB yang dimilikinya dikeluarkan pada tahun 2007, bukan tahun 2005 seperti yang beredar di media. Ia juga menyatakan bahwa permasalahan yang sebenarnya adalah konflik internal di kawasan IBC, di mana ada kelompok yang ingin mengelola fasilitas umum dan sosial.

Selama ini, Rama Shinta belum menerima surat penolakan resmi dari pihak manapun, tetapi mereka mengetahui adanya penolakan dari berita media dan beberapa individu.

Owner Rama Shinta meminta agar peraturan yang ada harus berlaku secara konsisten untuk semua pihak dan bahwa klarifikasi yang mereka lakukan adalah upaya membuktikan bahwa berita yang beredar tidak mencerminkan kenyataan di lapangan.

Ketika ditanya tentang pernyataan Bupati Garut yang mengancam akan melaporkan tindak pidana, Rama Shinta merespons dengan santai, mengatakan bahwa mereka tidak akan melanjutkan usaha tersebut dan telah memenuhi perijinan yang dibutuhkan.

Rama Shinta juga menyebutkan bahwa penolakan yang awalnya datang dari warga Loji, bukan warga IBC, dan mereka telah mendapatkan dukungan dari warga yang setuju dengan usaha mereka.

Pertemuan antara Masyarakat Garut Anti Maksiat (Magma), owner Rama Shinta, dan DPRD Garut bertujuan untuk mengumpulkan data dan meninjau ulang perijinan perusahaan di industri hiburan. Sejumlah polemik masih berlanjut dalam konflik ini, dengan berbagai pihak berusaha membawa klarifikasi atas isu-isu yang berkembang.***(Ayat Sy)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *