
Bharindo Gorontalo, – Penanganan kasus dugaan gratifikasi yang menyeret sejumlah anggota DPRD Provinsi Gorontalo terus berlanjut. Senin 19/5/2025 pagi tadi Badan Kehormatan (BK) Deprov Gorontalo kembali melakukan pemeriksaan terhadap seorang saksi yang juga merupakan pelapor dalam kasus tersebut.
Pantauan media Bharindo.co.id menunjukkan pertemuan tertutup itu berlangsung di ruang BK DPRD dan dihadiri oleh anggota BK, Umar Karim dan Hamzah Idrus. Saksi pelapor berinisial SP tampak hadir dan memberikan keterangannya kepada Tim BK.
“BK telah memanggil dan meminta keterangan dari saksi yang juga merupakan pelapor atas dugaan gratifikasi yang melibatkan oknum anggota Deprov Gorontalo,” jelas Umar Karim kepada awak media usai pertemuan. Ia menambahkan, pemanggilan ini dilakukan setelah proses panjang karena BK tidak memiliki kewenangan pro justitia untuk melakukan pemanggilan paksa.
Sebelumnya, BK sempat menemui SP di Jakarta, namun baru hari ini keterangan secara resmi dapat dihimpun. “Kami bersyukur karena saksi bersedia memberikan keterangannya setelah sebelumnya diyakinkan oleh BK. Ini sangat penting dalam proses pendalaman yang sedang kami lakukan,” ujar Umar.
Menurutnya lagi, hingga saat ini BK telah memeriksa dua orang saksi, dan dalam waktu dekat akan menjadwalkan pemeriksaan terhadap lima saksi lainnya.
“Informasi yang kami peroleh hari ini membuat posisi kasus ini semakin terang benderang,” kata kaka Umar.
Belakangan, saksi berinisial SP tersebut diketahui adalah Salahudin Pakaya, SH. Ia terlihat keluar dari ruangan Badan Kehormatan Deprov Gorontalo saat proses wawancara media dengan Umar Karim masih berlangsung. Karena itu, awak media tidak sempat meminta klarifikasi langsung kepada yang bersangkutan.
Saat dikonfirmasi mengenai proses penyidikan yang juga dilakukan Kejaksaan Tinggi (Kejati Gorontalo) terhadap dua dugaan kasus yang melibatkan unsur pimpinan DPRD, yakni dugaan gratifikasi dan dana makan minum. Umar menjelaskan bahwa BK dan Kejati bekerja dalam ranah yang berbeda namun saling melengkapi.
“Kejaksaan fokus pada aspek pidana, sementara BK memeriksa dari sisi pelanggaran etik. Namun kami juga telah menjalin komunikasi dan koordinasi dalam penanganan persoalan ini,” tutup Umar Karim. (nnts***)