Bharindo Tulungagung,- Geopark Tulungagung dianugerahi dengan bentang alam lengkap yang memiliki unsur sejarah geologi lengkap mulai dari pembentukan gunung api tua di Pulau Jawa, matinya gunung api purba, genang laut hingga pembentukan gunung api modern. Geopark Tulungagung mempunyai bentang alam karst dengan aneka gua yang disertai fosil. Fosil yang ditemukan ini menjadi bukti sejarah peradaban pada masa lampau. Salah satu yang otentik dan bernilai tinggi adalah ditemukannya fosil Homo Sapiens Wadjakensis yang ditemukan di gua geoarkeologi Wadjak. Fosil yang ditemukan berupa tengkorak, rahang dan gigi manusia. Fosil ini ditafsirkan berumur 40.000 – 35.000 tahun yang lalu merupakan penduduk awal Pulau Jawa.
Tema pengembangan Geopark yang diusung yaitu “The Home of Wadjak Man”. Penentuan tema tersebut didasari oleh sejarah Kabupaten Tulungagung yang mengemukakan bahwa Manusia Moderen (Homo Sapiens) pertama di Indonesia dari masa pra sejarah adalah Homo Wajakensis / Wajak Man. Sehingga penamaan untuk calon geopark nasional adalah Geopark Tulungagung “The Home of Wadjak Man”
Kawasan Geopark Tulungagung memiliki lokasi di Kabupaten Tulungagung, Provinsi Jawa Timur. Kawasan ini terdiri atas 16 kecamatan, yaitu Kecamatan Tulungagung, Boyolangu, Kedungwaru, Pagerwojo, Gondang, Kauman, Sumbergempol, Ngunut, Pucanglaban, Rejotangan, Kalidawir, Besuki, Campurdarat, Bandung, Pakel, dan Tanggunggunung. Deliniasi kawasan Geopark Tulungagung mencakup 16 kecamatan dengan penentuan batas ditarik berdasarkan batas administrasi kecamatan sehingga total luas kawasan sebesar 876,164 km2.
Geopark Tulungagung “The Home Of Wadjak Man” akan difokuskan pada pengembangan kawasan, meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap bencana, mengedukasi masyarakat tentang kehidupan yang baik, menghargai keragaman budaya, memberdayakan perempuan untuk menghasilkan pendapatan tambahan, menciptakan lapangan kerja bagi pekerja pariwisata di Geopark, dan menjalin kerja sama antar wilayah dan negara dalam pemanfaatan geodiversitas, pendidikan dan budaya keanekaragaman hayati, serta jasa lingkungan secara berkelanjutan. empat pilar dalam Rencana Aksi Nasional Geopark yang telah diakukan di Tulungagung:
- Konservasi
Melakukan Kerjasama dengan Perhutani dalam Pengelolaan dan konservasi Hutan yang saat ini telah di lakukan di salah satu Geosite yaitu di Telaga Buret sebagai Biodiversity yang didalammnya banyak terdapat spesies tanaman. Selain itu konservasi ini juga unutk melindungi Persediaan air tanah di Kawasan Geopark Khhususnya dan Kabupaten Tulungagung secara Umumnya.
- Edukasi
Di bebrapa site yang telah ada sudah banyak dilakukan penelitian oleh para ahli contoh nya di Geosite Wadjakensis yang terkenal dengan Manusia Wadjaknya dan Gua Tenggar yang terkenal dengan temuan Arkeologi fosil Hewan. Adanya Pembelajaran Keanekaragaman Hayati kepada para Siswa.
- Pembangunan Ekonomi
Adanya Pengelolaan Lokasi Geosite oleh Masyarakat sebagai objek pariwisata yang saat ini dikelolanya dengan adanya PKS dengan perhutani dan pemerintah daerah yang bisa di lihat di beberapa Gesote yang berada di Pantai Sanggar, Pantai kedung Tumpang dan Gunung Budeg yang mulai menumbuhkan UMKM-UMKM baru. Dengan sumber daya air yang melimpah di Kabupaten Tulungagung saat ini banyak sekali budidaya air tawar sehingga kabupaten Tulungagung mengalami Surplus produksi ikan air tawar muali dari lele, ikan patin serta beberapa ikan air tawar lainnya.
- Sarana pelaksanaan
Melakukan peningkatan kapasitas SDM Pengelola melalui kegiatan pelatihan dan studi referensi.
Kabupaten Tulungagung mempunyai 18 Geosite yang akan diusulkan untuk menjadi Geopark Nasional, 1 diantara dari Geosite tersebut telah mempunyai peringkat Internasional yaitu Komplek Goa Geoarkeologi Wajak. 6 geosite yang mempunyai peringkat nasional yaitu Goa Geoarkeologi Song Gentong, Gua Berfosil Tenggar, Hipostratotipe Formasi Nampol Sungai Neyama, Lapisan Berfosil Pantai Sanggar, Ketidakselarasan Winong Puncak Jowin dan Kontak Stratigrafi Bukit Cemenung. Sedangkan 12 geosite lainnya hanya mempunyai warisan geologi berperingkat lokal. Periodisasi sejarah geologi Kabupaten Tulungagung disusun berdasarkan keunikan sejarah geologi dan dikelompokkan berdasarkan urutan sejarah pembentukannya digunakan sebagai kerangka acuan pengusulan geoheritage dan dibagi menjadi 3 Masa yaitu Masa Gunung Api Purba Old Andesite Formation, Masa Genang Laut Maksimum dan Masa Gunung Api Modern.
Masa Gunung Api Purba Old Andesite Formation merupakan aktivitas tektonik yang sangat aktif di sebelah selatan pulau Jawa, mengakibatkan pulau Jawa berkembang menjadi pulau Gunung Api yang dimulai pada sekitar 16-25 jtyl. Kejadian inilah yang merupakan kejadian utama dalam sejarah pembentukan Pulau Jawa, yaitu proses pembentukan gunungapigunungapi yang tersebar di bagian Selatan Pulau Jawa, yang kemudian menjadi tulang punggung Pulau Jawa (Gambar 3.1). Gunung api purba tersebut dibuktikan oleh batuan-batuan vulkanik hasil letusan gunung api. Di Kabupaten Tulungagung, batuan vulkanik tersebut dikenal dengan nama Formasi Mandalika, Formasi Arjosari dan Formasi Wuni. Dari hasil inventarisasi keragaman geologi (geodiversity), rekaman sejarah geologi masa gunung api purba OAF dapat diamati dengan baik di Gunung Purba Budeg yang merupakan gunung api purba berumur Oligo-Miosen. Batuan yang ditemukan di Gunung Purba Budeg berupa breksi vulkanik dengan fragmen tuff (tuff breccia) dan di beberapa tempat mengandung fragmen andesit, selain itu juga ditemukan litodem lava andesit, batuan intrusi teralterasi dan di lokasi yang lebih jauh ditemukan breksi polimik. Dengan mempertimbangkan keragaman geologi (geodiversity) di atas dan tambahan keragaman budaya (culture diversity) terkait dengan sejarah Gunung Purba Budeg sebagai pusat pengajaran SiwaBudha selama masa Kerajaan Kadiri dan Majapahit maka lokasi ini memiliki nilainilai yang layak untuk diusulkan menjadi Geopark Nasional. Masa Genang Laut Maksimmum menujukkan periode saat gunung api purba sudah tidak aktif lagi dan kenaikan muka air laut mencapai titik maksimum. Kondisi ini sangat mendukung untuk terbentuknya batugamping terumbu maupun batugamping klastik secara luas. Hal ini dibuktikan dengan keterdapatan batugamping terumbu dan batugamping klastik mengandung banyak fosil biota laut dangkal dan membentuk morfologi perbukitan karst di pegunungan selatan Jawa termasuk Kabupaten Tulungagung. Batuanbatuan ini dikenal dengan nama Formasi Campurdarat dan Formasi Wonosari. Batugamping yang terbentuk pada periode ini menjadi cikal bakal marmer di Kabupaten Tulungagung. Dari hasil inventarisasi keragaman geologi (geodiversity) rekaman sejarah geologi masa genang laut maksimum dapat diamati dengan baik di kawasan perbukitan karst selatan Kabupaten Tulungang. Pada wilayah ini dapat diamati keunikan singkapan batuan karbonat yang sangat berbeda dengan singkapan batuan-batuan vulkanik di Gunung Purba Budeg. Keunikan lainnya yaitu perbukitan karst membentuk morfologi seperti mangkok sehingga menyebabkan dataran tulungagung dulunya menjadi rawa (ngrowo) yang melatarbelakangi dibangunnya Terowongan Niyama. Selain itu, geodiversity di wilayah ini diperkaya dengan berbagai penemuan arkeologis penting seperti Homo wadjakensis yang diduga dulunya menempati lereng – lereng perbukitan karst pada periode arkeologi Mesolitikum hingga Neolitikum (Storm, 1995). Terakhir sejarah kebudayaan kerajaan – kerajaan abad pertengahan hingga modern. Sedangakn pada Masa Gunung Api Modern dimana masa pulau Jawa yang sekarang. Dapat dilihat bahwa sekarang di tengah-tengah Pulau Jawa terdapat rentetan atau gugusan gunung api yang aktif, bahkan salah satunya adalah gunung api paling aktif di dunia yaitu Gunung Merapi. Status pulau Jawa sebagai pulau Gunung Api masih terus berlangsung hingga sekarang. Bahkan pulau Jawa masuk kedalam “Ring of Fire” atau gugusan gunung api aktif dunia. Di wilayah Tulungagung contoh gunung api modern tersebut adalah Gunung Wilis. Masa gunung api modern di Tulungagung juga menjadi masa terbentuknya marmer di wilayah selatan Tulungagung akibat pengaruh dari aktivitas vulkanisme yang aktif kembali dan menjadi sumber panas yang menyebabkan munculnya intrusi-intrusi magma yang di tandai dengan adanya intrusi berupa Stok Diorit pada Gunung Tanggul dan terubahnya batugamping Formasi Campurdarat menjadi marmer serta teralterasinya Formasi Nampol sehingga menghasilkan beberapa mineral ubahan yang unik diantaranya Skarn Watu Ijo. Di daerah Gunung Wilis dapat diamati singkapan-singkapan batuan vulkanik berumur Plistosen. Fenomena paling modern berupa proses erosi dan pelarutan pada batugamping yang membentuk kolam-kolam alami serta menjadi tempat penangkaran penyu dapat diamati di Pantai Kedung Tumpang Pantai Sanggar dan Pantai Ngalur.
Dari beberapa Geosite tersebut diatas hanya beberapa yang dimanfaatkan atau di kelola oleh masyarakat baik dalam hal pariwisata maupun penelitian yang saat ini di kelola oleh Pokdarwis antara lain adalah Gunung Api Purba Budeg, Ketidakselarasan Winong, Kompleks Goa Geoarkeologi Wadjak, Gua Berfosil Tenggar, Telaga Buret, Teras Pantai Kedung Tumpang, Lapisan Berfosil Pantai Sanggar, Pantai Ngalur dan Air Terjun Alam Kandung
Geopark Tulungagung juga mempunyai 13 Cultural Diversity yang terdiri dari
- 5 candi yaitu Candi Dadi, Candi Gayatri, Candi Mirigambar, Candi Sanggrahan, dan Candi Ampel;
- 3 Goa yaitu Gua Tritis, Goa PAsir, dan Gua Selomangleng;
- 2 Prasasti yaitu Prasasti Batu Tulis dan Prasasti Galunggung;
- Serta 5 Warisan Budaya Tak Benda yaitu Ulur-ulur Telaga Buret, Jamasan Kyai Upas, Manten Kucing Tulungagung
Geopark Tulungagung juga mempunyai 3 Biodiversity yaitu :
- Kawasan Ekonomi Esensial Galur Pakis
Kawasan Ekonomi Esensial Galur Pakis adalah kawasan yang terdiri atas Pantai Sanggar, Pantai Ngalur, Pantai Pathok Gebang, dan Pantai Jong Pakis. Pantai GALUR PAKIS selama ini menjadi salah satu tujuan wisata di Kabupaten Tulungagung karena lokasinya yang indah dan masih alami, bahkan Pantai Ngalur pernah menjadi lokasi World Rainbow Gathering Tahun 2017 yang diikuti sekitar 500 peserta dari 70 negara di dunia dan dilaksanakan selama satu bulan. Sebagai perannya sebagai keragaman hayati, kawasan ini merupakan area konservasi induk-induk penyu ketika sebelum bertelur. Selain itu, fungsi lain dari KEE Galur Pakis adalah sebagai ekosistem mosaik besar tingkat lanskap yang menjaga konsentrasi spesies endemik dan yang terancam punah (RTE). Beberapa fauna yang ditemukan di KEE Galur Pakis di antaranya adalah biawak, berang – berang, burung kuntul, kijang, babi, jalak suren, ayam hutan, cucak ijo, trenggiling, elang laut, landak, kukang dan spesies pentingnya adalah Penyu Hijau. Kawasan konservasi ini diperkuat dengan adanya SK No.188/938/KTPS/013/2022 tentang Penetapan Kawasan Ekonomi Esensial Galur Pakis oleh Gubernur Jawa Timur.
- Kawasan Penyangga Telaga Buret
Kawasan Penyangga Telaga Buret adalah kawasan hutan yang berada di Desa Sawo, Kecamatan Campurdarat. Berdekatan dengan salah satu geosite yang ada, kawasan ini juga memiliki fungsi konservasi flora fauna yang cukup beragam. Kebanyakan hewan yang tinggal di sana antara lain adalah monyet, tupai, biawak, burung hantu, hingga Elang Jawa. Sementara itu, berdasarkan jurnal penelitian yang dari berbagai perguruan tinggi yang ada menyebutkan sekitar kurang dari 400 flora tinggal di sana. Selain itu Telaga Buret juga berperan dalam menjadi suplai air yang berfungsi dalam pengairan 700 hektar persawahan di wilayah sekitar. Kawasan Perlindungan Setempat (PKPS) dari Telaga Buret sendiri memiliki luas kurang lebih 22,8 hektare berupa pepohonan dan semak belukar. Sedangkan, di atas telaga memiliki penyangga seluas 60 hektar berupa lahan Perhutani yang sebagian diolah oleh warga
- Tembakau Gagang Rejep.
Pada tahun 2014 hingga 2016 Kabupaten Tulungagung melakukan kerjasama dengan Balai Penelitian Tanaman dan Pemanis (BALITTAS) Malang untuk melakukan pemuliaan varietas tembakau yang ada di Tulungagung. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh 6 varietas tembakau dengan varietas Gagang Rejep sebagai unggulan. Keenam varietas tembakau penelitian tersebut telah didaftarkan ke Kementerian Pertanian sebagai varietas tembakau lokal Tulungagung.

Saat ini Geopark Tulungagung telah mengajukan Penilaian untuk ditingkatkatkan menjadi Geopark Nasional dari yang sebelumnya masih berupa warisan Geologi yang proses Verifikasi Lapangannya telah di lakukan Pada tanggal 21-25 Juli tahun 2025 oleh Tim Verifikasi Geopark Nasional (TVGN) yang di bentuk oleh Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Verifikasi ini bertujuan untuk menentukan kelayakan calon Geopark Nasional. Geopark Tulungagung berharap hasil dari Verifikasi lapangan tersebut dapat memberikan nilai yang maksimal sehingga pengelolaan dan pelestarian Geopark Tulungagung semakin optimal, mendukung pemanfaatan potensi alam, pendidikan, dan pariwisata berkelanjutan di Kabupaten Tulungagung. (afhs***)
