
Bharindo Jakarta,- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) membuka kembali proses pendataan kompensasi, untuk korban terorisme di Indonesia.
“Masih tersisa waktu tiga tahun, sampai batas waktu pengajuan kompensasi hingga 22 Juni 2028,” ujar Wakil Ketua LPSK Mahyuddin, Selasa (24/6/2025).
Ia menjelaskan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 103 Tahun 2023, membuka kembali peluang bagi korban untuk mengajukan permohonan. Putusan itu memperpanjang batas waktu pengajuan hingga 10 tahun setelah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Mahyuddin menyebut putusan ini lahir karena keterbatasan waktu yang ada, dimana sebelumnya hanya tiga tahun sampai hingga 22 Juni 2021. Selain itu, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2020 yang mengatur teknis terkait kompensasi, baru diturunkan pada Juli 2020.
“Menyisakan kurang dari satu tahun untuk implementasi teknis,” ujarnya.
Lanjut dia, setelah 22 Juni 2021, korban tindak pidana terorisme masa lalu tidak dapat lagi mengajukan permohonan bantuan atau kompensasi. Namun, muncul gugatan uji materi oleh tiga orang korban terhadap Pasal 43L Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 ke MK. Mereka menginginkan agar pengajuan kompensasi dan bantuan tidak dibatasi oleh waktu.
Meskipun batas waktu diperpanjang, beberapa kendala signifikan masih dihadapi dalam proses identifikasi dan penyaluran kompensasi, diantaranya banyak korban yang berada di daerah terpencil atau pegunungan sehingga sulit dijangkau untuk identifikasi dan verifikasi.
Mahyuddin mengatakan, untuk mengatasi kendala itu, LPSK melakukan sosialisasi informasi mengenai perpanjangan batas waktu pengajuan kompensasi hingga 2028 kepada masyarakat luas.
“Khusus wilayah-wilayah yang banyak terdapat korban seperti Sulteng akan melibatkan media, pemerintah daerah, dan penyuluh setempat,” kata Mahyuddin.
Selain itu, melibatkan kementerian dan lembaga terkait lainnya seperti Polri (Densus 88), Kementerian Kesehatan (untuk data rekam medis), dan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) untuk mengumpulkan data korban yang akurat dan lengkap.
“Kami juga melibatkan korban yang telah menerima kompensasi, untuk membantu menyebarkan informasi dan memberikan panduan kepada korban lain yang belum mengajukan,” ungkap Mahyuddin. (azs***)