Oktober 26, 2025
image - 2025-10-18T221841.813

bharindo.co.id JAKARTA,— Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar mengajak perguruan tinggi keagamaan Islam di Indonesia untuk menghidupkan kembali kajian ilmu-ilmu Islam klasik yang dinilai mulai terpinggirkan dari dunia akademik saat ini.

Menurut Menag, sejumlah disiplin ilmu tradisional seperti ilmu moral, ilmu mantik (logika), ilmu falak, ilmu waris, hingga ilmu hadis merupakan bagian dari warisan intelektual Islam yang pernah menjadi fondasi kejayaan peradaban Islam di masa lampau.

“Namun, ilmu-ilmu tersebut kini semakin terpinggirkan,” ujar Nasaruddin Umar saat memberikan keterangan di Jakarta, Jumat (17/10/2025).

Salah satu ilmu yang menjadi perhatian Menag adalah ilmu ‘arudh, yakni ilmu yang membahas tentang timbangan syair dalam bahasa Arab. Menurutnya, ilmu ini tidak hanya menawarkan struktur bahasa yang indah, tetapi juga kedalaman logika dan estetika.

“Tanpa menguasai ilmu ‘arudh’, sehebat apapun seseorang berbahasa Arab, ia tidak akan mampu membuat syair. Padahal syair adalah ekspresi budaya Islam yang sarat nilai moral dan keindahan,” jelasnya.

Lebih lanjut, Nasaruddin juga menyoroti pentingnya menghidupkan kembali ilmu falak. Ia menegaskan bahwa ilmu falak bukan semata kajian astronomi, tetapi juga merupakan sarana spiritual untuk mengenal kebesaran Tuhan. Menag bahkan mengutip Surah Al-Fathir ayat 28 sebagai pengingat bahwa ulama sejati adalah mereka yang mampu membaca tanda-tanda kebesaran Allah melalui alam semesta.

“Ilmu falak mengingatkan kita bahwa segala keteraturan di langit dan bumi adalah cermin kekuasaan Allah. Ulama sejati bukan hanya ahli teks, tetapi juga mampu membaca tanda-tanda alam,” tegasnya.

Tak hanya itu, Menag juga menyoroti pentingnya pemahaman terhadap ilmu waris. Ia menyebutkan, ilmu waris adalah salah satu ilmu yang pertama kali akan hilang dari umat, sebagaimana disebutkan dalam hadis Nabi Muhammad SAW. Meski banyak yang mampu menghafal rumus waris, menurutnya, tidak banyak yang mampu menerapkannya dalam konteks hukum dan sosial modern.

“Kita harus memahami maqasid al-syari’ah, bukan sekadar fiqhnya. Bahkan saya mengusulkan agar maqasid al-syari’ah tidak lagi lima, tetapi enam, dengan tambahan menjaga lingkungan (hifzh al-bi’ah),” ujarnya.

Menutup pernyataannya, Menag menyerukan kepada para akademisi, dosen, dan rektor di perguruan tinggi Islam untuk mengajarkan mahasiswa tidak hanya pada kitabullah (teks Al-Qur’an), tetapi juga kalamullah (makna ilahiah yang terkandung di balik teks).

“Kitabullah bisa dibaca siapa pun, tetapi Kalamullah hanya dipahami oleh mereka yang bertakwa. Di sinilah tugas perguruan tinggi Islam, mengajarkan keduanya secara seimbang,” pungkasnya. (ils78***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *