Juni 14, 2025
WhatsApp Image 2025-06-13 at 09.30.51

Bharindo Gorontalo,- Panitia Khusus (Pansus) Kelapa Sawit DPRD Provinsi Gorontalo terus mengoptimalkan kinerja pengawasan dan identifikasi persoalan kemitraan antara petani plasma dan perusahaan pengelola kebun sawit. Selama dua hari kunjungan lapangan, Rabu hingga Kamis (12–13 Juni 2025), Pansus mendatangi dua desa sebagai wilayah petani kemitraan kelapa sawit yakni Desa Toyidito, Kecamatan Pulubala, Kabupaten Gorontalo, dan Desa Kotaraja, Kecamatan Dulupi, Kabupaten Boalemo.

Awak Media Bharindo.co.id merangkum kunjungan ini dipimpin langsung oleh Ketua Pansus Umar Karim,S.IP bersama anggota Hj. Sitti Nurayin Sompie, Dr. Meyke M. Camaru, Abd. Ghalib Lahidjun, dan Wahyudin Moridu. Turut mendampingi sejumlah instansi teknis, yakni Badan Pertanahan Nasional (BPN) wilayah kabupaten, Dinas Pertanian, serta Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian dan Perdagangan (Kumperindag) Provinsi Gorontalo.

Pertemuan di hari pertama berlangsung di Aula Kantor Desa Toyidito, sedangkan hari kedua dilanjutkan di Desa Kotaraja. Secara keseluruhan, Pansus berdialog langsung dengan sekitar 150 kepala keluarga (KK) petani plasma dari kedua desa yang selama ini menjalin kemitraan dengan koperasi maupun dengan perusahaan kelapa sawit.

Dalam dialog terbuka tersebut, sejumlah fakta mencengangkan terungkap. Para petani menyampaikan bahwa mereka merasa dirugikan secara sistemik oleh perusahaan yang mengimingi dan menjanjikan pembagian hasil dari pengelolaan lahan sawit melalui kontrak kemitraan. Namun, janji tersebut tidak berkesesuaian dengan pengorbanan mereka secara adil dan transparan.

Pansus mendapati adanya indikasi kuat kejanggalan dalam tata kelola kemitraan antara koperasi petani plasma dan perusahaan. Ironisnya, petani yang semestinya mendapatkan pembagian hasil sebesar 20 persen dari keuntungan pengelolaan lahan, justru hanya menerima hasil yang sangat kecil dan tidak rasional.

“Harusnya petani plasma menerima 20 persen dari hasil pengelolaan sesuai aturan, tapi kenyataannya mereka hanya menerima hasil bervariasi bahkan sangat kecil dari yang hanya Rp7.000 hingga Rp200.000 per hektare,” ungkap Ketua Pansus Umar Karim.

Diduga Modus yang digunakan terindikasi sebagai bentuk penipuan terselubung melalui kontrak lahan yang tidak transparan. Petani bahkan mengaku tidak pernah mendapatkan salinan kontrak secara utuh maupun penjelasan mendetail soal skema pembagian hasil. Petani selalu pemilik dan pengelola lahan mengaku bertanda tangan dalam dokumen yang tidak diketahui oleh mereka isi dan maksud surat tersebut.

Ketua Pansus Umar Karim tegas menyatakan akan menindaklanjuti temuan ini secara serius, termasuk kemungkinan pemanggilan para pihak baik koperasi maupun perusahaan dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap legalitas kontrak, posisi koperasi, serta tanggung jawab instansi pembina kemitraan.

Sementara itu Hj. Wahyudin Moridu menegaskan bahwa “Kita Pansus dan DPRD Provinsi Gorontalo tentu tidak bisa membiarkan petani plasma terus dirugikan. Ini bukan sekadar masalah pembagian hasil, tapi menyangkut keadilan agraria dan masa depan ekonomi masyarakat di desa,”

Pansus dijadwalkan akan melanjutkan investigasi lapangan ke desa-desa lain yang menjadi sentra kemitraan sawit, guna membongkar pola serupa dan merekomendasikan langkah-langkah korektif kepada pemerintah daerah. (nnts***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *