Mei 21, 2025
WhatsApp Image 2025-05-07 at 16.37.15

Bharindo_Gorontalo.- Bermula dari Sebuah surat teguran tertulis oleh BPJS Kesehatan Gorontalo kepada RSUD dr. MM Dunda Kabupaten Gorontalo menjadi pemantik perbincangan publik. Dalam surat tersebut, BPJS menyoroti adanya biaya terhadap peserta yang seharusnya ditanggung penuh oleh program jaminan kesehatan nasional. Hal ini tak hanya memicu pertanyaan publik, tetapi juga menggoyahkan kredibilitas layanan rumah sakit milik pemerintah daerah.

Sebagai respons, DPRD Kabupaten Gorontalo menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Selasa, 6 Mei 2025. Rapat dipimpin Ketua Komisi IV, Jayusdi Rivai, dan dihadiri oleh anggota DPRD seperti Ramsi Sondak, Jarwadi Mamu, Arifin Kilo, Rahmat Maku, Hery Beni Tedi, dan Irman Mooduto. Ketua DPRD H. Zulfikar Usira turut hadir di tengah jalannya rapat, yang juga diikuti oleh perwakilan BPJS Kesehatan Gorontalo serta Dewan Pengawas RSUD, yang diwakili Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo.

Dalam forum itu, berbagai pendapat, argumen, dan pandangan tumpah ruah di ruang sidang paripurna DPRD. Pihak RSUD mengungkapkan keberatannya atas tindakan yang dianggap membocorkan surat teguran kepada media, yang menurut mereka melanggar prinsip kerahasiaan dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara rumah sakit dan BPJS. Selain itu, manajemen rumah sakit menyoroti lemahnya alat bukti yang dijadikan dasar dalam pelayangan surat teguran tersebut, mempertanyakan prosedur dan akurasi informasi yang digunakan.

Namun di sisi lain, sudut pandang yang lebih kritis juga mengemuka. Sejumlah anggota dewan menyoroti bahwa ini bukan kali pertama RSUD dr. MM Dunda menghadapi persoalan serupa. Kesan kealpaan manajerial yang berulang, dalam kurun waktu yang tidak sebentar, memunculkan tanda tanya besar: ada apa sebenarnya dengan tata kelola rumah sakit ini?

Keluhan publik telah lama terdengar dari soal terbatasnya armada ambulans, lambannya layanan, kurangnya ketersediaan alat dan obat, pengelolaan limbah medis, hingga tumpukan utang kepada vendor. Rangkaian masalah ini bukan hanya soal teknis, tetapi mencerminkan persoalan struktural yang lebih dalam. Maka jika mendorong perbaikan tata kelola operasi RSUD, pansus jadi jalan yang niscaya untuk dilahirkan. Karena itu, tidak heran jika dalam RDP tersebut mencuat pula wacana pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Rumah Sakit, yang disuarakan oleh Wakil Ketua Komisi IV DPRD, Ramsi Sondak komisi yang memang membidangi kemitraan kerja dengan sektor kesehatan.

Namun, pertanyaan mendasarnya tetap relevan: apakah semua kesalahan ini pantas dibebankan hanya pada satu orang yakni Direktur RSUD, dr. Alaludin Lapananda?

Rumah sakit bukanlah satu meja komando. Ia adalah sistem kompleks yang melibatkan banyak unit, kebijakan, dan individu. Ketika terjadi disfungsi, evaluasi harus komprehensif. Jika kesalahan personal terbukti, tentu ada ruang untuk sanksi. Tetapi jika ini adalah akibat dari akumulasi kegagalan sistemik dari perencanaan anggaran, pengawasan, hingga intervensi politik birokrasi maka yang dibutuhkan adalah perombakan total.

Tak lama usai RDP yang berlangsung selama lebih dari empat jam itu, publik kembali dikejutkan dengan keluarnya Surat Keputusan dibebas tugaskannya dr. Alaludin Lapananda dari jabatannya sebagai Direktur RSUD dr. MM Dunda. Posisi tersebut kini diisi sementara oleh Ulfa Domili, yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Direktur Bidang Administrasi dan Pelayanan. Keputusan ini, cepat atau lambat, akan menambah panjang daftar pertanyaan: apakah ini solusi, atau sekadar respons instan atas tekanan situasi? lalu mengabaikan sapi besar di tengah ruang operasi. (nnts***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *