April 23, 2025
24

Bharindo Sukabumi,- Aktivitas usaha yang diduga menjadi penyebab kerusakan lingkungan di Cijeruk dan Sukabumi, Jawa Barat, diminta untuk dihentikan setelah Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) melakukan verifikasi lapangan dan ditemukan sejumlah pelanggaran serius yang berkontribusi terhadap bencana banjir, longsor, dan degradasi Daerah Aliran Sungai (DAS).

“Kegiatan pembangunan tanpa izin dan tanpa kajian lingkungan bukan hanya bentuk kelalaian administratif, tetapi juga ancaman nyata terhadap keselamatan warga dan keberlanjutan lingkungan hidup,” tegas Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, dalam keterangannya bersama Deputi Penegakan Hukum Lingkungan Hidup, Irjen Pol. Rizal Irawan terkait kunjungan kerja ke dua lokasi bencana di Cijeruk dan Sukabumi, seperti dilansir pada Selasa (22/4/2025).

Hanif menegaskan, bencana banjir di Desa Cijeruk menjadi bukti nyata dampak dari pembangunan tanpa izin di wilayah hulu Sungai Cibadak.

Dalam verifikasi lapangan di Cibadak, Menteri LH dan jajaran mengidentifikasi dua kegiatan usaha sebagai penyebab utama kerusakan lereng dan meningkatnya debit air bercampur sedimen ke Sungai yang dilakukan oleh PT Bahana Sukma Sejahtera (BSS) dan PT Amida (Awan Hills).

PT BSS diketahui tengah membuka lahan seluas hampir 40 hektare (ha) untuk proyek ekowisata. Namun, kegiatan pembukaan badan jalan sepanjang 1,5 kilomater (km) dengan lebar 10 meter dilakukan tanpa dokumen lingkungan maupun izin berusaha dan pengelolaan air larian (run off) dari lahan terbuka tidak dilakukan, sehingga meningkatkan risiko erosi dan aliran lumpur ke sungai.

Sedangkan PT Amoda (Awan Hills) diketahui sedang melakukan pembangunan hotel cabin di area lereng yang curam tanpa persetujuan lingkungan serta jalan akses terhubung langsung dengan jalan milik PT BSS.

Total area bukaan lahan perusahaan tercatat mencapai 1,35 ha dengan indikasi kuat terjadinya longsor di beberapa titik yang berdekatan dengan mata air Sungai Cibadak.

Sementara itu di Sukabumi, KLH/BPLH juga menemukan sejumlah pelanggaran pada kegiatan pertambangan oleh CV Java Pro Tam, CV Duta Limas, dan peternakan skala besar yang dilakukan dan PT Japfa Comfeed.

CV Java Pro Tam dikatehui tidak lagi beroperasi sejak 2022, namun meninggalkan lahan bekas tambang seluas 4,74 ha tanpa reklamasi, padahal, dana jaminan reklamasi telah disetor sejak 2014.

“Berdasarkan asas contrarius actus, KLH/BPLH akan meminta Dirjen Mineral dan Batu Bara, Kementerian ESDM untuk memerintahkan pelaksanaan reklamasi segera,” tegasnya.

CV Duta Limas diketahui melakukan penambangan zeolit dan batu gamping di dua lokasi berbeda tanpa dokumen dan persetujuan lingkungan. Selain itu, perusahaan tidak menyiapkan kolam endap lumpur, antisipasi erosi yang menyebabkan longsor, hingga tidak dilakukan pemantauan kualitas air dan udara.

Sedangkan PT Japfa Comfeed memiliki lahan peternakan ayam seluas 60 ha dan telah membangun 32 kandang aktif, namun belum memiliki Sertifikat Laik Operasi (SLO) dan pengelolaan limbah B3 belum sepenuhnya sesuai ketentuan.

Oleh karena itu, KLH/BPLH telah menyusun rencana aksi penghentian sementara seluruh kegiatan usaha PT BSS dan PT Amoda, sampai semua dokumen lingkungan dan perizinan dipenuhi sesuai regulasi, hingga penerapan sanksi administratif dan atau pidana lingkungan hidup terhadap setiap pelanggaran yang terbukti membahayakan ekosistem dan masyarakat.

“Kita tidak bisa lagi menoleransi pembangunan yang mengabaikan alam. Ketika aturan dilanggar, dan hulu sungai dikorbankan demi keuntungan jangka pendek, maka yang menanggung akibatnya adalah rakyat kecil di hilir. Kita butuh pembangunan yang bertanggung jawab, yang menghargai alam,” kata Menteri LH.   (spns***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *