Mei 21, 2025
IMG-20250421-WA0013

Bharindo Gorontalo,- Proses rekrutmen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Provinsi Gorontalo kembali jadi sorotan. Kali ini, anggota DPRD Provinsi Gorontalo dari Fraksi PKS, Ramdan D. Liputo angkat suara. Politisi yang duduk di Komisi I ini mendesak Badan Kepegawaian Daerah (BKD) untuk memperjuangkan penambahan kuota formasi yang dinilainya masih jauh dari memadai.

“Saya menerima banyak aspirasi dari masyarakat, terutama dari calon Peserta PPPK yang merasa peluang mereka sangat sempit,” kata Ramdan saat ditemui usai rapat kerja dengan mitra OPD di Kantor DPRD Provinsi, Senin (21/4/2025). “Jumlah pelamar mencapai 2.300 orang, tapi kuota yang tersedia sangat terbatas hanya 50 orang Kuota dan tidak jelas alokasinya berdasarkan kebutuhan bidang,” lanjutnya.

Ramdan juga menyoroti bahwa kuota yang disediakan tidak menyebutkan secara spesifik alokasi untuk masing-masing sektor, seperti tenaga pendidik, tenaga kesehatan, maupun tenaga teknis. Padahal, menurutnya, sektor-sektor tersebut memiliki kebutuhan yang sangat berbeda dan mendesak.

Yang paling disesalkan Ramdan adalah peran Komisi I dalam proses penganggaran dan penentuan kebijakan teknis rekrutmen. Meski Komisi I merupakan mitra resmi BKD, tidak ada satu pun anggota komisi tersebut yang duduk di Badan Anggaran DPRD, yang seharusnya menjadi forum krusial dalam pembahasan kuota PPPK.

“Kalau saja sejak awal kami di Komisi I dilibatkan dalam penentuan kuota ini, tentu akan kami perjuangkan secara lebih substansial. Tapi nyatanya, tidak satu pun anggota Komisi I yang ada di badan anggaran,” ujarnya dengan nada kecewa. “Makanya sekarang, satu-satunya jalan adalah mendorong BKD untuk membuka ruang dialog ulang dan berjuang agar ada penambahan formasi.”

Ramdan menegaskan, upaya ini bukan semata-mata demi mengakomodasi aspirasi politik, melainkan soal keadilan dan pemenuhan kebutuhan sumber daya manusia di daerah. Ia menyebut, banyak instansi di provinsi Gorontalo yang masih kekurangan ASN di bidang strategis, namun dibatasi oleh kebijakan kuota yang tidak mencerminkan realita lapangan.

“Ini soal masa depan pelayanan publik kita. Kalau formasi yang tersedia tidak berbasis kebutuhan riil, maka jangan heran kalau nanti kualitas birokrasi kita stagnan,” pungkasnya. (nnts***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *